Pages

About Me

Total Pageviews

RSS

PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN MENGGUNAKAN PESTISIDA SINTETIK 2. PENGUJIAN SECARA IN VITRO

PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN MENGGUNAKAN PESTISIDA SINTETIK
2. PENGUJIAN SECARA IN VITRO
(Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)






Oleh

Farida Lukmi
1514121052
Kelompok 1





Image result for logo unila hitam putih







JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
I.                   PENDAHULUAN




1.1    Latar Belakang

Fungisida merupakan pestisida yang digunakan untuk mengendalikan jamur patogen tumbuhan. Sampai masa perang Dunia H hampir seluruh fungisida yang digunakan merupakan fungisida anorganik yang terdiri atas fungisida tembaga dan belerang anorganik. Fungisida-ungisida ini dikenal dengan fungisida generasi pertama. Setelah Perang dunia H mulai berkembang pestisida organik, yaitu fungisida karbamat yang dianggap sebagai fungisida generasi kedua. Mulai tahun 1960-an fungisida sistemik dengan bahan aktif oksatiin yang dapat diserap tumbuhan dan diangkut melalui xilem yang terdiri atas sel-sel mati dari bawah ke atas yang dikenal dengan fungisida generasi ketiga. Akhirnya berkembang fungisida sistemik yang dapat diangkut ke atas melalui xilem maupun ke bawah melalui floem, antar lain fungisida yang berbahan aktif asilalanin yang dikenal sebagai fungisida generasi keempat (Semangun, 1996). 

Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan agar penggunaan pestisida dapat digunakan secara efektif, peredaran, penyimpanan, dan penggunaan pestisida di wilayah Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Pelaksanaan peraturan tersebut ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 280/1973 dan No. 944/1984 tentang Prosedur Permohonan Pendaftaran dan Izin Pestisida, dan No. 429/1973 tentang Syarat-syarat Pembungkusan dan Pemberian Label Pestisida.



Untuk memenuhi kebutuhan pasar yang kian hari kian meningkat, petani mau tidak mau harus terus menggenjot produktivitas tanaman dengan melindunginya dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).  Salah satu cara yang dianggap ampuh selama ini untuk mengendalikan OPT adalah dengan pengaplikasian pestisida sintetik, namun pengaplikasiannya juga harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah. Untuk menguji efektivitas dari suatu pestisida sebelum diaplikasikan ke lapangan, tentu perlu dilakukan pengujian secara in vitro dahulu agar hasil pengendalian yang diperoleh nantinya adalah optimal.

1.2    Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah:
1.        Mengetahui kemampuan pestisida untuk menghambat perkembangan patogen secara in vitro.
2.        Mengetahui berapa dosis optimal yang dapat digunakan untuk mengendalikan patogen Colletotrichum capsici.
















II.     METODOLOGI PRAKTIKUM



2.1  Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, erlenmeyer, bor gabus, jarum ent, bunsen, tissue dan LAF (Laminar Air Flow).

Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah biakan murni Colletotrichum capsici, media PSA, fungisida dan alkohol.


2.2  Prosedur Kerja

Prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Dibuat PSA yang mengandung fungisida 1000, 500, dan 0 ppm
2.      Dituang ke dalam cawan petri steril
3.      Diletakkan 1 potongan bor gabus biakan murni jamur Colletotrichum capsici di tengah cawan petri
4.      Diukur diameter koloni secara vertikal dan horizontal 3 hari sekali selama 15 hari.





III.      HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


3.1    Hasil Pengamatan

Adapun hasil yang didapat dari praktikum ini adalah:


























Hari



Diameter koloni (cm)
Kontrol
1000 ppm
500 ppm
V
H
V
H
V
H
Senin
1,6
2,8
0,6
0,8
0,7
0,7
Jumat
3,2
4,4
0,7
0,8
0,8
0,8
Senin
5,3
6,4
0,7
0,8
1,3
1,5


3.2    Pembahasan

Fungisida delsene MX 80 WP merupakan fungisida protektif  kuratif dan zat pengatur tumbuh untuk tanaman cabai, cengkeh, jagung kacang tanah, karet, kentang, padi, tembakau. Fungisida delsene 80 WP mengandung bahan aktif Carbendazim dan Mancozeb. Perpaduan antara Mancozeb dan Carbendazim adalah begitu apik untuk pengendalian penyakit antraknosa pada cabai. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hersanti dkk (2001), penggunaan campuran Benzothiadiazola 1% dengan Mancozeb 48% dengan konsentrasi 5g/l dan 2,5 g/l adalah efektif untuk mengendalikan penyakit antraknosa di lapangan dengan kisaran persentase penekanan sebesar 90-96%.


Fungisida yang paling efektif menghambat pertumbuhan miselium Colletotrichum sp. berturutturut adalah benomil, tiofanat metil, campuran mankozeb karbendazim, campuran mankozebmetalaksil, klorotalonil, mankozeb, dan tembaga hidroksida. Hal ini dapat juga dilihat pada hasil analisis data rerata diameter jamur yang menunjukkan bahwa setiap fungisida memiliki respons yang beragam terhadap perkembangan miselium jamur. Tembaga hidroksida merupakan pestisida yang dikenal efektif mengendalikan Colletotrichum sp., namun hasil uji in vitro menunjukkan bahwa fungisida tembaga hidroksida memiliki daya hambat yang paling rendah terhadap pertumbuhan jamur (Widyastuti et al, 2011) .

Pada praktikum ini terlihat bahwa pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici cukup terhambat dengan adanya pestisida Delsene yang mengandung bahan aktif Mancozeb. Kandungan Mancozeb pada pestisida Delsene adalah mencapai 73,8% pada tiap kemasannya. Perbedaan diameter jamur C. capsici pada cawan petri yang menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 1000 ppm adalah dengan penghambatan tertinggi dibandingkan dengan 500 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa, semakin tinggi  konsentrasi pestisida, maka daya hambatnya pun semakin tinggi. Namun penggunaan pestisida sintetik harus tetap di kontrol untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan.













IV.             KESIMPULAN



Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1.        Secara in vitro dosis yang paling optimum untuk pengendalian antraknosa cabai adalah 1000 ppm.
2.        Pada kondisi lapangan penghambatan 90-96% dengan penggunaan campuran Benzothiadiazola 1% dengan Mancozeb 48% dengan konsentrasi 5g/l dan 2,5 g/l.
3.        Fungisida tembaga hidroksida memiliki daya hambat yang paling rendah terhadap pertumbuhan jamur.















DAFTAR PUSTAKA



Hersanti, F. Ling dan I. Zulkarnaen., 2001. Pengujian kemampuan campuran senyawa       Benzithiadiazole 1%-Mancozeb 48% dalam meningkatkan katahanan        tanaman cabai merah terhadap penyakit antraknosa. Prosiding Kongres      Nasional XVI dan Seminar Hasil PFI. Bogor, 22-24 Agustus 2001.

Semangun,H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Universitas Gajah Mada             Press. Yogyakarta.

Widyastuti, Ani. W. Agustina., A. Wibowo., & C. SUmardiono. 2011. Uji efektivitas        pestisida terhadap beberapa patogen penyebab penyakit penting pada buah        naga (Hylocereus sp.) secara in vitro.  Jurnal Perlindungan Tanaman                      Indonesia Vol. 17(2): hal 73-76



































L A M P I R A N





















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment