PERHITUNGAN
PESTISIDA: PENENTUAN DOSIS, KONSENTRASI, VOLUME SEMPROT DAN KALIBRASI
(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)
Oleh
Farida Lukmi
1514121052
Kelompok 11
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2017
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa laju pertumbuhan
penduduk Indonesia selama periode 2000-2010 lebih tinggi dibanding periode
1990-2000. Laju pertumbuhan penduduk 2000-2010 mencapai 1,49 persen atau lebih
tinggi dibanding periode 1990-2000 yang hanya mencapai 1,45%, sesuai dengan
hasil sensus tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,56 juta jiwa. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan
pangan 237,56 juta jiwa dibutuhkan lahan produktif untuk tanaman pangan seluas
13 juta ha, namun saat ini lahan tanaman pangan yang diolah seluas 7,7 ha, jika
pertambahan penduduk setiap tahunnya sebesar 1,49% atau bahkan lebih, maka
dengan sendirinya akan mendatangkan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan,
kelaparan, kekumuhan kota, berkurangnya daya dukung lahan dan masalah-masalah
sosial lainnya.
Tidak
seimbangnya jumlah penduduk dengan produksi pangan di Indonesia membuat banyak
instansi pemerintah yang berkaitan dengan pangan dan ekonomi pun ikut
dipusingkan dengannya. Tanah ultisol merupakan
bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk
pertanian, tersebar di daerah sumatra, Kaliamntan, Sulawesi dan Irian jaya.
Daerah-daerah ini direncanakan sebagai daerah perluasan arel pertanian dan pembinaan
transmigrasi. Sebagian besar merupakan hutan tropika dan padang alang-alang.
Problema tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tingggi sehingga menjadi racun
tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara rendah, diperlukan tindakan
pengapuran dan pemupukan (Hardjowigeno, 2003).
Selain itu juga iklim Indonesia yang merupakan iklim tropis
membuat pertumbuhan organisme pengganggu tanaman semakin subur. Akibatnya
produksi pertanian di Indonesia akan sulit jika organisme pengganggu tanaman
tidak dikendalikan dengan tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan
pestisida dalam pengaplikasiannya untuk mendapatkan hasil pengendalian yang
optimal.
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun
tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah:
1.
Mengetahui penentuan dosis, konsentrasi
dan volume semprot yang tepat.
2.
Mengetahui dan memahami tentang
pentingnya alat aplikasi pestisida.
3.
Memahami semua hal yang diperlukan dalam
kalibrasi pestisida yaitu laju aliran semprot (F), lebar bidang semprot (R),
kecepatan berjalan (D) dan volume cairan semprot (A).
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Penggolongan pestisida menurut cara masuknya ke tubuh hama
dapat terbagi menjadi a). Racun perut pestisida memasuki tubuh hama melalui
saluran pencernaan (perut). b). Racun kontak pestisida memasuki tubuh serangga
bila serangga mengadakan kontak dengan insektisida atau serangga berjalan
diatas permukaan yang telah disemprot pestisida. c). Fumigan merupakan
insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh serangga
melalui sistem pernafasan atau sistem trakea yang
kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Menurut sifat kimianya
Insektisida dapat kita bagi menurut sifat dasar senyawa kimianya yaitu dalam
Insektisida Anorganik yang tidak mengandung unsur karbon dan Insektisida
Organik yang mengandung unsur karbon (Raharjo, 2008).
Formulasi pestisida bahan aktif insektisida merupakan bahan
penyusun terpenting, suatu formulasi pestisida untuk dipasarkan tidak
diproduksikan oleh pabrik dalam bentuk murni. Bahan aktif murni hanya dibuat
khusus untuk keperluan penelitian atau pengawasan mutu formulasi insektisida.
Pada tingkat permulaan produksi insektisida lebih dahulu dibuat apa yang
disebut bahan aktif teknis. Bahan ini merupakan campuran bahan aktif murni dan
bahan antara lainnya. Agar bahan aktif teknis tersebut dapat lebih efektif dan
efisien dalam mengendalikan hama sasaran yang tempat hidup dan cara hidupnya
bervariasi sebelum dipasarkan, bahan teknis tersebut lebih dahulu dicampur
dengan bahan penguat (sinergis) dan bahan pembantu (ajuvan). Bahan-bahan
tambahan yang tidak bersifat insektisidal tersebut secara umum sering disebut
inert ingredient. Pemberian bahan-bahan pembantu dapat meningkatkan adhesi atau
pelekatan, pencampuran, tekanan permukaan, persistensi di
lingkungan dan sebagai pembawa insektisida. Secara umum ada
banyak sekali jenis formulasi pestisida telah dikembangkan untuk kepentingan
pemakai dan telah tersedia di pasar Emulsifiable
Concentrate (EC), Wettable Powders (WP), Flowable Powder, Soluble Powder,
Solution Dust (D), Granules (G), Aerosol Poisonous, Baits (B), Slow Release,
Formulations (SR) (Raharjo,
2008).
Penanganan
serangan hama penyakit pada tumbuhan dapat dilakukan dengan berbagaicara. Salah
satu cara yang merupakan andalan petani adalah cara kimiawi
dengan penggunaan pestisida sisntetik. Penggunaannya dengan tidak memperhatikan kaidah-kaidah
dasar penggunaan pestisida secara tepat jenis, tepat sasaran, tepat
dosis/konsentrasi, tepat caradan waktu aplikasi dapat membahayakan
lingkungan dan konsumen.Toksisitas dibedakan menjadi toksisitas akut,
toksisitas kronik, dan toksisitas subkronik. Toksisitas akut merupakan pengaruh
merugikan yang timbul segera setelah pemaparan dengan dosis tunggal suatu
bahan kimia atau pemberian dosis ganda dalam waktukurang lebih 24
jam. Toksisitas akut dinyatakan dalam angka LD50, yaitu dosis yang bisa
mematikan(lethal dose)50% dari binatang uji (umumnya tikus, kecuali
dinyatakan lain)yang dihitung dalam mg/kg berat badan. LD50 merupakan indikator
daya racun yang utama,di samping indikator lain. Dibedakan antara LD50 oral
(lewat mulut) dan LD50 dermal(lewat kulit). LD50 oral adalah potensi kematian
yang terjadi pada hewan uji jika senyawakimia tersebut termakan, sedangkan LD50
dermal adalah potensi kematian jika hewan ujikontak langsung lewat kulit dengan
racun tersebut (Djojosumarto, 2008).
Dosis adalah jumlah
pestisida yang dicampurkan atau diencerkan dengan air digunakan untuk
menyemprot hama atau penyakit tanaman dengan luas tertentu. Pengertian inilah
sebenarnya yang dimaksud dengan tulisan “dosis” pada label kemasan pestisida. Dosis
anjuran pemakaian pestisida sebaiknya dipatuhi. Pemakaiannya secara berlebihan
bisa menyebabkan tanaman merana dan merusak lingkungan. Selain itu juga
menyebabkan populasi hama meledak karena
malah merangsang pertumbuhannya. Pemakaian pestisida dalam dosis rendah pun
menyebabkan hama atau penyakit yang dituju tidak mati. Dan mendorong timbulnya
resistensi pada hama atau penyakit yang menyerang tanaman (Ngasih, 2014).
Menurut
WHO (1991) penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan
banyak dampak, diantaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu timbulnya
keracunan pada petaniyang dapat dilakukan dengan jalan memeriksa aktifitas
kholinesterase darah. Faktor yang berpengaruh
dengan terjadinya keracunan pestisida adalah faktor
dari dalam tubuh (internal)dan dari luar tubuh (eksternal). Faktor
dari dalam tubuh antara lain umur, jenis kelamin,genetik, status gizi, kadar
hemoglobin, tingkat pengetahuan dan status kesehatan. Sedangkan faktor dari
luar tubuh mempunyai peranan yang besar. Faktor tersebut antara lain
banyaknya jenis pestisida yang digunakan, jenis pestisida, dosis
pestisida, frekuensi penyemprotan, masa kerja menjadi penyemprot, lama
menyemprot, pemakaian alat pelindung diri,
cara penanganan pestisida, kontak terakhir dengan pestisida, ketinggian tanaman,
suhu
lingkungan, waktu menyemprot dan tindakan terhadap arah angin.
Selama ini banyak yang
mengartikan volume semprot secara salah. Umumnya mereka mengartikan volume
semprot hanya merupakan volume air pencampur pestisida saja. Padahal sebenarnya
yang dimaksud dengan volume semprot adalah volume akhir, yaitu jumlah campuran
air dengan pestisida yang disemprotkan. Ambil misal fungisida Kasumin 20 AS
yang mempunyai konsentrasi formulasi 2 cc/l air dengan volume semprot 500 l/ha.
Banyaknya fungisida itu untuk penyemprotan luasan 1 ha adalah 1 liter (1000
cc); maka jumlah air pencampur yang
perlu ditambahkan hanya 499 liter. Jadi, total bila keduanya dijumlahkan
menjadi 500 liter. Jumlah yang terakhir itulah yang dimaksud dengan volume
semprot (Ngasih, 2014).
III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
Praktikum
ini dilakukan pada hari Jumat, 26 Mei 2017 pukul 13.30 WIB di Laboratorium Hama
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah alat tulis (pena dan kertas), kalkulator,
pengukur waktu (stopwatch), tali rafia, ember plastik, gelas ukur, , alat
semprot punggung (sprayer), dan meteran. Sedangkan bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah air
3.3
Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang
dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan areal lahan
yang akan diaplikasikan pestisida yaitu 5x2 meter.
2. Menghitung jumlah
cairan yang diperlukan.
3. Mengisi alat
semprot punggung sebanyak 5 liter air.
4. Menentukan laju
aliran semprot dari nozzle dengan cara mengalirkan cairan semprot dengan
tekanan yang stabil, dan didapatkan hasil 350 ml/menit.
5. Menentukan lebar
bidang semprot (R) dari nozzle yang digunakan, yaitu 10 meter.
6. Menentukan
kecepatan berjalan operator (D), didapatkan hasil yaitu 27 detik.
7. Menghitung volume
cairan semprot (A) dengan rumus :
A = 10000 x F/(RxD)
IV.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHSAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan
pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Kelompok
|
Laju aliran semprot (F= Liter/menit)
|
Lebar bidang semprot (R= meter)
|
Kecepatan berjalan (D= meter/menit)
|
Volume semprot (A= liter/ha)
|
9
|
340 ml/menit
|
10 m2
|
26,87 detik
|
760,6 l/ha
|
10
|
340 ml/menit
|
10 m2
|
18,28 detik
|
1118,4 l/ha
|
11
|
340 ml/menit
|
10 m2
|
22,36 detik
|
913,9 l/ha
|
4.2 Pembahasan
Dari
data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa dengan luas bidang semprot 10 m2
ketiga kelompok memiliki volume semprot yang berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor aplikan yang memang belum begitu mahir dalam
pengoperasian alat aplikasi pestisida. Nozzle yang digunakan untuk
pengaplikasian adalah nozzle dengan warna merah yang jangkauan semprotnya
mencapai 2m. Diantara kelompok 9, 10, dan 11, kelompok 10-lah yang paling cepat
berjalan dan volume semprot paling besar.
Kalibrasi adalah menghitung atau mengukur kebutuhan air suatu
alat semprot untuk
luasan areal tertentu. Kalibrasi harus dilakukan pada setiap kali akan melakukan
luasan areal tertentu. Kalibrasi harus dilakukan pada setiap kali akan melakukan
penyemprotan yang gunanya adalah :
1.Menghindari pemborosan herbisida
2.Memperkecil terjadinya keracunan pada tanaman akibat penumpukan herbisida
3.Memperkecil pencemaran lingkungan.
1.Menghindari pemborosan herbisida
2.Memperkecil terjadinya keracunan pada tanaman akibat penumpukan herbisida
3.Memperkecil pencemaran lingkungan.
4 parameter yang mempengaruhi
kalibrasi sprayer, yaitu:
1.
Curah (flow rate) dari nozzle yang
digunakan (C; liter/menit)
3.
Kecepatan aplikasi (K; meter/menit)
4.
Volume aplikasi (V; liter/hektar)
Dosis adalah jumlah
pestisida yang dicampurkan atau diencerkan dengan air digunakan untuk
menyemprot hama atau penyakit tanaman dengan luas tertentu. Pengertian inilah
sebenarnya yang dimaksud dengan tulisan “dosis” pada label kemasan pestisida. Dosis
anjuran pemakaian pestisida sebaiknya dipatuhi. Pemakaiannya secara berlebihan
bisa menyebabkan tanaman merana dan merusak lingkungan. Selain itu juga
menyebabkan populasi hama meledak karena
malah merangsang pertumbuhannya. Pemakaian pestisida dalam dosis rendah pun
menyebabkan hama atau penyakit yang dituju tidak mati. Dan mendorong timbulnya
resistensi pada hama atau penyakit yang menyerang tanaman (Ngasih, 2014).
Formulasi pestisida bahan aktif insektisida merupakan bahan
penyusun terpenting, suatu formulasi pestisida untuk dipasarkan tidak
diproduksikan oleh pabrik dalam bentuk murni. Bahan aktif murni hanya dibuat
khusus untuk keperluan penelitian atau pengawasan mutu formulasi insektisida.
Pada tingkat permulaan produksi insektisida lebih dahulu dibuat apa yang
disebut bahan aktif teknis. Bahan ini merupakan campuran bahan aktif murni dan
bahan antara lainnya. Agar bahan aktif teknis tersebut dapat lebih efektif dan
efisien dalam mengendalikan hama sasaran yang tempat hidup dan cara hidupnya
bervariasi sebelum dipasarkan, bahan teknis tersebut lebih dahulu dicampur
dengan bahan penguat (sinergis) dan bahan pembantu (ajuvan). Secara umum ada
banyak sekali jenis formulasi pestisida telah dikembangkan untuk kepentingan
pemakai dan telah tersedia di pasar Emulsifiable
Concentrate (EC), Wettable Powders (WP), Flowable Powder, Soluble Powder,
Solution Dust (D), Granules (G), Aerosol Poisonous, Baits (B), Slow Release,
Formulations (SR) (Raharjo,
2008).
Volume semprot adalah
volume akhir, yaitu jumlah campuran air dengan pestisida yang disemprotkan.
Ambil misal fungisida Kasumin 20 AS yang mempunyai konsentrasi formulasi 2 cc/l
air dengan volume semprot 500 l/ha. Banyaknya fungisida itu untuk penyemprotan
luasan 1 ha adalah 1 liter (1000 cc); maka
jumlah air pencampur yang perlu ditambahkan hanya 499 liter. Jadi, total
bila keduanya dijumlahkan menjadi 500 liter. Jumlah yang terakhir itulah yang
dimaksud dengan volume semprot (Ngasih, 2014).
Faktor
yang mempengaruhi keberhasilan penyemprotan pestisida adalah:
1.
Ukuran butiran semprot yang ideal adalah
150 mikron. Butiran yang terlalu kecil akan mudah terbawa angin.
2.
Dilakukan kalibrasi untuk menentukan
volume semprot yang akan diberikan.
3.
Kecepatan berjalan yang ideal, yakni 6
km/jam.
4.
Arah sudut sprayer idealnya adalah 45o
.
5.
Suhu udara satu atau dua jam setelah
penyemprotan harus konstan atau turun. Karena jika terlalu panas, maka
pestisida akan menguap.
6.
Kelembaban udara yang idealnya saat pagi
hari dengan kelembaban lebih dari 80%.
7.
Kecepatan angin ideal adalah 4-6km/jam.
Lebih dari itu, pestisida akan hilang terbawa angin (Moekasan dan Prabaningrum,
2015).
V.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1.
Sebelum aplikasi pestisida, kalibrasi
adalah hal terpenting yang harus selalu di ukur.
2.
Volume semprot terbesar ada pada
kelompok 10.
3.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
aplikasi pestisida yaitu, suhu kelembaban, ukuran butiran semprot, volume
semprot, kecepatan berjalan, kecepatan angin, dan arah sprayer pada bidang
semprot.
4.
Perbedaan nilai kalibrasi ini
dipengaruhi oleh ketrampilan praktikan dalam mengoperasikan alat.
5.
Penggunaan dosis, konsentrasi, dan
volume semprot harus selalu diperhatikan agar tidak terjadi pemborosan
pestisida yang akan berakibat buruk pada lingkungan dan manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Hardjowigeno. S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV
Akademika Presindo. Jakarta
Raharjo, B. T. 2012. Ilmu Hama Tanaman. Kuliah Ilmu Hama Tanaman.
FP-UB. Malang
Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian Edisi Revisi.
Kanisius.
Yogyakarta.
Ngasih. 2014. Dosis, Konsentrasi dan Volume Semprot Pestisida. http://ngasih.com/2014/07/25/dosis-konsentrasi-dan-volume-semprot- pestisida Diakses pada 1 Juni 2017 Pukul
22.05 WIB.
Moekasan. T., K., dan L. Prabaningrum.
2015. Teknik Aplikasi Pestisida. Balitsa. Bandung
LAMPIRAN